Selasa, 29 Maret 2011

Standar dan Mitos Kecantikan


Standar dan Mitos Kecantikan

Kecantikan adalah sesuatu hal yang relatif, artinya ada perbedaan pandangan beberapa orang tentang kecantikan. Secara konvensional kecantikan adalah sesuatu hal yang identik dengan tubuh perempuan. Knight Dunlap melalui Alfred Strom dalam American Dissident Voices menyatakan bahwa definisi kecantikan seseorang bervariasi dan berbeda antara ras yang satu dengan yang lain, sehingga konsep kecantikan tidak dapat dibandingkan. Meskipun demikian, terkadang ras yang memiliki kulit hitam mengubah standar kecantikan mereka ketika membandingkannya dengan ras kulit putih. Penentuan standar kecantikan dalam suatu masyarakat dapat menyebabkan penderitaan bagi perempuan. Ketika seorang perempuan tidak dapat memenuhi standar kecantikan yang diterapkan dalam masyarakat kemungkinan mereka dihinggapi rasa tidak aman, kesepian, terasing, dan memiliki “self esteem” yang rendah (www.google.com).
Rogers dalam “Barbie Culture: Ikon Budaya Konsumerisme” yang diresensi dalam Blog Rumah Tulisan berjudul “Mengkaji Mitos Modern Bernama Barbie” mengatakan boneka yang menjadi piranti bermain gadis kecil menjadi sebuah mitos tentang kecantikan. Selanjutnya ia mengatakan Boneka Barbie menunjukkan feminitas yang tegas. Sejumlah predikat yang disematkan pada Barbie adalah sesuatu yang identik dengan perempuan. Dia mengatakan konstruksi tubuh Barbie sebagai seorang gadis muda yang sangat sempurna; rambut yang indah, kaki yang jenjang, payudara yang sempurna, pinggang yang langsing, adalah ikon kecantikan khas Amerika. Barbie adalah ikon
rasisme, seksisme, konsumerisme, dan materialisme. Secara fisik, Barbie telah mengajarkan rasisme. Pada awalnya, Barbie adalah boneka berkulit putih walaupun kemudian telah banyak versi warna kulit padanya seperti versi Afrika, Amerika, Asia, dan Hispanik. Mata Barbie yang biru, rambutnya pirang adalah bukti nyata dominasi budaya kulit putih atau Ras Kaukasian dan anggapan Ras Kaukasian lebih baik daripada Ras Asia, Hispanik, maupun Afrika. (http://rumahtulisan.wordpress.com)
Rogers meyatakan bahwa Barbie yang berkulit putih, bermata biru, berambut pirang digemari oleh anak gadis. Dia juga mengatakan iklan di televisi dan film Barbie menyuguhkan sebuah “kecantikan” dan “keanggunan” yang harus dimiliki oleh seorang perempuan. Iklan tersebut meracuni pikiran masyarakat, khususnya perempuan sehingga ia menginginkan tubuh seperti Boneka Barbie. Kondisi demikian merefleksikan adanya hierarki sosial dan etnik dimana “putih” dipahami sebagai bersih, terhormat, sukses, bermoral baik, serta sehat dan menarik. Pilihan orang terhadap Barbie kulit putih secara tidak langsung merefleksikan pandangan rasialis dalam masyarakat yang didominasi kulit putih.
Perempuan berlomba-lomba untuk mendapatkan kecantikan dengan mengubah penampilan dan tubuhnya. Kecantikan tersebut diciptakan untuk membelenggu pikiran perempuan. Menurut Wolf, mitos kecantikan merupakan upaya masyarakat patriarkal (patriarcal society) untuk mengendalikan perempuan melalui kecantikannya. Mitos Kecantikan adalah anak emas yang dibanggakan bagi masyarakat patriarki. Mitos kecantikan ini dikonstruksikan ke dalam norma dan nilai sosial budaya sehingga apa yang dikatakan mitos kecantikan ini menjadi kebenaran yang absolut (2002: 25). Dalam budaya patriarkal, seorang perempuan dikatakan bernilai hanya dilihat dari segi fisik
seperti kecantikan, keanggunan, kesucian, menguasai pekerjaan domestik, dsb. Hal tersebut menjadi syarat mutlak bagi seorang perempuan untuk meningkatkan status sosialnya di masyarakat. Perempuan yang memiliki syarat ini diharapkan dapat memikat pria dan kemudian keinginan mereka tercapai. Namun tanpa disadari mereka telah memasuki ‘Penjara Kaca', terkungkung oleh suatu dominasi dan kekuasaan laki-laki.
Tubuh perempuan dimanfaatkan oleh industri kosmetik untuk memperoleh keuntungan yang tinggi. Perempuan secara tidak sadar telah terhegemoni oleh konsep kecantikan semu tersebut. Iklan kecantikan perempuan yang ada di media massa yang digambarkan dengan iklan kosmetik merupakan penilaian dari sudut pandang laki-laki.
Fenomena-fenomena psikologi yang telah penulis paparkan di atas terepresentasi dari tokoh Pecola dan tokoh perempuan lain dalam Novel The Bluest Eye yang menjadi objek kajian penelitian. Toni Morrison sebagai pengarang novel tersebut menciptakan beberapa tokoh perempuan dengan segala fenomena psikologi yang melingkupinya.

1 komentar:

  1. yukk cek Zapplerepair di google ...
    Zapplerepair Apple dan Smarphone specialist
    telp: 087788855868
    website: http://indonesia.zapplerepair.com/
    DEMAK KENDAL SEMARANG UNGARAN

    BalasHapus